DHARMA WACANA

Pendahuluan
Latar Belakang
Pembangunan di bidang agama di arahkan untuk mampu meningkatkan kualitas umat beragama sehingga tercipta suasana kehidupan beragama yang nyaman serta makin meningkatnya peras serta umat beragama dalam pembangunan. Upaya ini dapat diwujudkan dengan penamalan secara aktif terhadap nilai-nilai ajran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan peran serta umat beragama, dalam pembangunan perlu di upayakan pembinaan dan penyuluhan agama secara tepat kontinyu sesuai dengan kondisi kehidupan umat beragama.
Keberadaan umat hindu yang sudah menyebar keseluruh plosok tanah air memerlikan pembinaan guna terwujudnya suatu kehidupan yang harmonis sesuai dengan tujuan Moksratam dan Jgad hittha. Untuk memberikan bimbingan penyuluhan secara optimal, diperlukan tenaga pendharma wacana yang memadai sesuai dengan peta sebaran umat hindu di Indonesia. Guna mendukung semua itu dan demi terbinaanya umat secara menyeluruh, maka lembaga pendidikan hindu hendaknya dapat membina dan  melatih mahasiswa agar dapat menjadi tenaga pendharma wacana yang handal.

Pengertian Dharma Wacana
Dharma wacana mengandung arti mewacanakan dharma di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan mewacanakan dharma ini di masalalu disebut upanisada. Terminology upanisad atau upanisda mengandung arti dan sifat yang ‘rahasiapadesa’ dan merupakan bagian dari kitab Sruti. Pada masa lalu ajaran upanisad sering di hubungkan dengan ‘pawisik’ yakni rahasia yang diberikan oleh seorang guru kerohanian kepada siswa atau muridnya dalam jumlah yang sangat terbatas.
Dengan istilah dharma wacana dimaksudkan sebagai metode penerangan agama hindu yang diberikan secara umum kepada umat hindu sesuai dengan sifat,  tema, bentuk jenis kgiatan keagamaan yang dilaksanakan menurut Desa, kala dan patra.


Tujuan Dharma Wacana
Dharma wacana bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan keagamaan hindu di kalangan masyarakat hindu dalam rangka meningkatkan saradha dan bhakti sebagai pengamalan ajaran agama.

Bahasa
dharma wacana sangat baik apabila disampaikan ungkapan bahasa yang mudah dimengerti, dihayati dan diresapi oleh hadirin. Mampu memukai dan dihindari penggunaan istilah-istilah asing, kecuali belum atau tidak ada pedanannya dalam bahasa Indonesia. Bahasa yang dipergunakan dalam dharma wacana disamping bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat juga dipakai bahasa daerah setempat.

Dasar-Dasar Dharma Wacana
Sikap dan Penampilan
Pakian
Seorang petugas dharma wacana hendakanya secara pakian dapat memberikan kesan yang baik terhadap audiens. Jika sudah berpakian rapid an pantas sesuai dengan etika seorang pendharma wacana akan menambah harga diri serta menambah kewibawaan, hindarkan berpakaian menyolok dan seksi.

Mimik
Hadapi para audiens dengan wajah berseri-seri dan dengan sikap menunjukan rasa senang, dengan demikian audienas akan mendapat sugesti dan menjadikan suasana segar serta positif.

Gerak/acting
Gerak atau ekting adalah gaya dari seorang pembicara. Masalah gerak adalah hal yang spontanitas dari si pembicara. Oleh sebab itu, segala gerak yang dibawakan akan membawa pengaruh besar dalam menghadapi audiens. Kurangilah menggunakan telunjuk jari untuk menekankan suatu masalah. Telunjuk jari merupakan symbol perintah.

Santai
Pergunakan sikap penyajian yang santai dalam konteks ini dimaksudkan agar petugas dharma wacana dalam menyajikan materi tidak tegang, murah senyum, merasakan diri tidak ada jarak antara pembicara dengan audiens. Untuk penampilan agar bisa santai, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
Penguasaan materi yang cukup,
Tenang dan simpati
Menguasai keadaan
Rasa percaya diri

Humor
Seorang pembicara, pada moment tertentu perlu menunjukan gerak atau sikap humor, hal ini sangat bermanfaat untuk melepaskan ketegangan dari para audiens. Manfaat lain adalah dapat mengusir kejenuhan dan ngantuk.

Menanamkan keyakinan
Timbulkan kesan pada hati pendengar anda.
Ulangi persoalan-persoalan yang dianggap penting dan perlu diketahui secara pasti oleh pendengar saat dharma wacana.
Hubungkan pesan (message) dengan masalah yang berkaitan dengan kepentingan pendengar.

Pembukaan dan penutupan
Suatu dharma wacana dikatakan berhasil jika mampu menggerakan dan menumbuhkan support dan partisipasi pendengar dari awal sampai akhir. Untuk menuju keberhasilan, petugas dhrama wacana tampil di depan audiens, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain :
Jangan memulai dharma wacana dengan suatu permintaan maaf.
Buatlah judul yang menarik
Mulai dengan suatu pertanyaan ikhtiar betapa penting topic yang anda kemukakan dan ada hubungannya dengan kepentingan pendengar
Usahakan bahwa betapa penting topic yang anda kemukakan dan ada hubungannya dengan kepentingan pendengar
Tunjukan fakta yang membuat ketegangan kepada pendengar.
Pergunakan ilustasi yang spesifik
Aturlah inonasi suara anda dengan cara :
Ubahlah gelombang nada suara dari yang tinggi ke lebih rendah dan sebaliknya
Tempo anda dapat diubah-ubah dari gelombang lambat dan sebaliknya
Berhentilah sejenak ketika anda mengucapkan kata atau kalimat penting.

Persiapan Penyusunan dan Pementasan
Suatu dharama wacana (pidato) yang telah dipersiapakan sebaik-baiknya pada hakikatnya telah merupakan 90% menjamin keberhasilan atau suksesnya seorang oratot atau pendharma wacana  Dalam menyampaikan dharma wacana di depan umum. Demikian Dale Carnegie seorang ahli bicara dan komunikasi memberikan pendapatnya.
Demikian juga Maecus Culius Cicero seorang retoricha bangsa romawi menyatakan bahwa apabila kita berhadapan dengan audiens atau dengan persiapan yang setengah-setengah, maka rasanya seperti berhadapan dengan audiens dalam pakian yang setengah-setengah pula demikian pentingnya arti persiapan itu dalam soal berbicara di hadapan umum, bahkan dalam persoalan.

Jenis – jenis persiapan
Persipaan teknis (Persiapan ilmiah)
Seorang orator atau guru dharma wacana yang ulung dalam mempersiapkan pidato menggunakan tingkat-tingkat persiapan teknis sebagai berikut :
Inventio yaitu menemukan bahan; Tema,judul,dan materi dari suatu pidato dapat diperoleh melalui pemanfaatan kondisi yang hangat saat itu untuk diangkat sehingga sikap dari public dapat dibentuk dibimbing kearah yang dicita-citakan.
Dapat juga dengan memanfaatkan penyampaian intruksi dari satu pemerintah yang menyangkut kepentingan publik pemerintahan untuk kepentingan ketahanan nasioanal. Disamping itu juga sebuah ide pmbicaran yang dilahirkan melalui pengalaman dalam memimpin masyarakat bisa melahirkan sebuah ide yang disampaikan kepada masyarakat.
Setelah pokok soal itu tergambar maka mulailah pembicara mencatat pikiran-pikiran, pendapat-pendapat, tanggapan-tanggapan yang berhubungan dengan masalah yang akan dikemukakan di muka umum.

Dispositio yaitu menyusun dan merangkaikan bahan segala buah pikiran dan tanggapan hasil penyelidikan dan penelitian disortir lalu disusun diwujudkan menjadi sebuah dharma wacana. Dharma wacana yang baik dan berhasil sampai kepada si audiens harus dirangkai dengan logis : artinya antara pendahuluan (exordium), bagian isi (prosthesis) dan bagian penutup (conclusio) hatus serasi. Dalam menyusun Dharma Wacana, pendharma wacana bekerja secara analistis, yaitu dari soal yang terkecil dan khusus meningkat kepada soal yang besar dan umum. Tetapi sebagai orator di depan podioum, seorang pendharma wacana bekerja secara sinetis yaitu dari soal yang besar dan umum menuju soal yang terkecil dan khusus yang rau dalam bentuk kesimpulan dari petikan dalam salah satu sloka veda.

Elocutio yaitu memiliki style atau gaya bahasa.
Style dan gaya bahasa sangat penting diperhatikan oleh seorang pendharma wacana, karena memilih kosa kata yang sederhana dan mudah dipahami.

Memoria, yaitu menanam dalam pikiran.
Sesudah rangkaian pidato atau naskah dharma wacana selesai disusun, maka mulailah kita menanamkan isi dan garis besar naskah dalam ingatan menjadi khayal (abstraksi) tergambar dengan jelas isi bahan dharma wacana keseluruhan. tahap selanjuntnya, resapkanlah isi dharma wacana yang dituangkan dalam naskah itu ke dalam hati dan jiwa, sehingga apa yang dikluarkan dalam ceramah atau dharma wacana nanti betul-betul keluar dari dalam jiwa kita.
Konsep penanaman dapat di format melalui atur piker.
Ilmu----------------------yakin-------------amal-------------komunikasi

Pronunciation, teknik penyampaian dharma wacana.
Berhasil tidaknya seluruh dharma wacana sangat ditentukan oleh perbal sugistion (kata-kata yang mengandung sugesti) tetapi juga ditentukan oleh intonasi, tekanan suara dan lain-lain. Teknik berpidato sangat menentukan keberhasilan pendharma wacana dalam menyampaikan dharma wacana. Adapun teknik berpidato atau ceramah harus memperhatikan ebberapa hal diantaranya:
Menghafalkan ceramah di luar kepala
Bila pendharma wacana ingin tampil sebagai operator dalam tes, maka pandharma wacana menghafal secara garis besarnya bisa juga di tungkan dalam bentuk tulisan kecil. Bila terjada Apppluse (tepuk tangan) pikiran kita jangan berhenti namun harus memikirkan kalimat atau masalah berikutnya.
Membaca teksn dharama wacana
Hal ini dilakukan bila pendharama wacana tidak siap maka hendaknya harus diperhatikan bahwa sebagian harus hafal isi dharma wacana yang akan disampaikan, hurus dicetak dengan huruf jelas.

Persiapan Psikis (Mental)
Yang dimaksud disini sebagai persiapan psikis adalah persiapan dari segi kejiwaan. Ini dianggap penting karena tidak penting hanya berbekal pemahaman secara ilmiah saja bisa tampil sempurna dalam berdharma wacana. Kurangnya kematangan psikis ini si pendharma wacana merupakan kegagalan dalam berdharma wacana.

Meningkatkan sradha dan bhakti
Hal ini sangat penting karena orang tingkat sradha dan bhaktinya cukup, maka dia akan tidak pernah takut bila berhadapan kepada siapapun. Ia hanya akan takut kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Seorang pendharma wacana bila berdiri di depan mimbar menghadapi audiens, haruslah yakin dalam dirinya bahwa semua hadirin yang dihadapinya adalah manusia-manusia yang empati ingin menyerap apa yang ingin disampaiakn. Jadilah seperti matahari yang menerangi alam sekitar dan memang dirinyapun keadaan terang benerang.

Auto Sugestie
Di dalam penemuan ilmu jiwa, ada satu nasehat yang baik untuk menghilangkan rasa takut dan rasa rendah diri (Interiority Complex) yang dinamakan auto sugesti, artinya sugesti yang timbul dari dalam diri kita sendiri. Hati nurani dan batin kita sendiri membisikan terus menerus, bahwa saya harus dapat dan bisa.

Para Atheid
Yaitu kesiapan yang matang si pendharma wacana untuk tampil di depan umum. Misalnya seorang prajurit tidak akan gentar bila terjun ke medan laga menghadapi musuh dan mendengar letusan meriam jika persiapan sudah matang.

Persiapan Phisik
Dalam pribahasa yunani kuno ada berbunyi Men Sano In Corporesano, Dalam Tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, jadi pikiran yang sehat hanya ada pada tubuh yang sehat. Hakekatnya berbicara sebagai orator adalah menuangkan buah fikiran di depan umum dianggap berhasil bila penyampainnya sistematis, logis danrasional.untuk mencapai kedaaan demikian kita harus berada pada phisik yang kuat atau kondisi yang bagus.

Pesiapan Audient
Persiapan teknis, phisikis, dan phisik di golongkan kedalam kesiapan subjektif. Dan persiapan audient disebut persiapan objektiv. Point-point persiapan objektif adalah :
Tempat pelaksanaan, masalah waktu pelaksanaan, perlengkapan, dan perlaatan kyang dipergunakan. Bila di tinjau darin segi Psykologis dan sosiologis, seorang orator memiliki kedudukan dan kemampuan sebagai berikut:
Status sosial yang mapan
Manusia pemikir dan pelaksanaan
Menguasai metode, teknik penyampain yang baik
Giat menambah ilmu pengetahuan, dan membina keterampilan
Integrasi dengan masyarakat
Siap menghadapi perubahan dinam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"PROSES KEMATIAN MANUSIA PADA CERITA SWARGAROHANA PARWA"